:: 1 Muharam 1433 :: |
Kedatangan Muharam mengajak kita untuk merenung sejenak musafir kita di dunia ini. Terkadang dalam musafir itu, kita tersalah arah, banyak kali juga kita tersilap langkah. Siang dan malam yang silih berganti seolah-olah membuai kita sehingga kadang-kadang kita lupa siang dan malam yang mendatang bukan lagi ia yang semalam. Setiap detik waktu yang berlalu tidak akan kembali melainkan pada Hari yang Dijanjikan, sama ada sebagai hujah bagi kita atau sebagai hujah ke atas kita. Justeru, renunglah kembali jauh ke dalam diri, adakah kita telah benar-benar menyempurnakan tujuan utama kita diciptakan?
Sahabat yang dikasihi,
Allah (swt) telah menganugerahkan kepada umat Muhamad (saw) pelbagai kelebihan dan keistimewaan. Begitu juga dalam bulan Muharam, Allah telah menjanjikan kelebihan bagi orang-orang yang berpuasa padanya sebagimana sabda Nabi (saw):
Sahabat yang dikasihi,
Allah (swt) telah menganugerahkan kepada umat Muhamad (saw) pelbagai kelebihan dan keistimewaan. Begitu juga dalam bulan Muharam, Allah telah menjanjikan kelebihan bagi orang-orang yang berpuasa padanya sebagimana sabda Nabi (saw):
Dari Abu Hurairah (ra), katanya: “Rasulullah (saw) bersabda:
“Seutama-utama berpuasa sesudah bulan Ramadhan ialah dalam bulan Allah yang dimuliakan – yakni Muharram – dan seutama-utama shalat sesudah shalat wajib ialah shaliatullail – yakni shalat sunnah di waktu malam.” (Riwayat Muslim).
“Seutama-utama berpuasa sesudah bulan Ramadhan ialah dalam bulan Allah yang dimuliakan – yakni Muharram – dan seutama-utama shalat sesudah shalat wajib ialah shaliatullail – yakni shalat sunnah di waktu malam.” (Riwayat Muslim).
Demikian juga kelebihan yang telah Allah janjikan pada 3 Hari Sepuluh yang utama dalam Islam. Hari Sepuluh yang pertama yang dimaksudkan adalah 10 hari terakhir dalam bulan Ramadhan yang padanya telah Allah jadikan suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Firman Allah (swt): (Sesungguhnya telah Kami turunkannya(al-Quran) pada malam al-Qadr, malam al-Qadr yang lebih baik dari seribu bulan).[al-Qadr: Ayat 1&2]
Diceritakan oleh Aisyah radhiallahu ‘anha, katanya: “Rasulullah (saw) itu beri’tikaf dalam sepuluh hari yang terakhir dari bulan Ramadhan dan beliau (saw) bersabda: “Carilah lailatul-qadri itu dalam sepuluh yang terakhir – yakni antara malam ke 21 sampai malam ke 30 – dari bulan Ramadhan.” (Muttafaq ‘alaih)
Hari sepuluh yang kedua pula adalah sepuluh hari pertama dalam bulan Zulhijjah sebagaimana dalam sabda baginda (saw):
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Rasulullah (saw) bersabda:
“Tidak ada hari-hari yang mengerjakan amalan shalih pada hari-hari itu yang lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini,” yakni hari-hari sepuluh – yang pertama dari Zulhijjah. Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, apakah juga tidak lebih dicintai oleh Allah mengerjakan jihad fi-sabilillah?”
Beliau (saw) menjawab: “Tidak lebih dicintai oleh Allah pada hari-hari selain hari-hari sepuluh itu untuk berjihad fi-sabilillah, kecuali seseorang yang keluar dengan dirinya dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan membawa sesuatu apapun dari yang tersebut – yakni setelah berjihad lalu mati syahid. (Riwayat Bukhari)
“Tidak ada hari-hari yang mengerjakan amalan shalih pada hari-hari itu yang lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini,” yakni hari-hari sepuluh – yang pertama dari Zulhijjah. Para sahabat berkata: “Ya Rasulullah, apakah juga tidak lebih dicintai oleh Allah mengerjakan jihad fi-sabilillah?”
Beliau (saw) menjawab: “Tidak lebih dicintai oleh Allah pada hari-hari selain hari-hari sepuluh itu untuk berjihad fi-sabilillah, kecuali seseorang yang keluar dengan dirinya dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan membawa sesuatu apapun dari yang tersebut – yakni setelah berjihad lalu mati syahid. (Riwayat Bukhari)
Manakala Hari Sepuluh yang terakhir adalah Hari ‘Assyura iaitulah hari kesepuluh dalam bulan Muharam. Pada hari ini, Rasulullah (saw) telah menganjurkan umatnya untuk berpuasa padanya sebagaimana sabda baginda:
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. berpuasa pada hari ‘Assyura – iaitu tanggal 10 bulan Muharram – dan memerintahkan – ummatnya – untuk berpuasa pada hari itu pula.
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah s.a.w. berpuasa pada hari ‘Assyura – iaitu tanggal 10 bulan Muharram – dan memerintahkan – ummatnya – untuk berpuasa pada hari itu pula.
Kalaulah puasa pada hari Arafah dapat menutupi dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang, puasa pada 10 Muharam pula, telah Allah janjikan padanya pengampunan ke atas dosa setahun yang lampau.
Dari Abu Qatadah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. ditanya perihal berpuasa pada hari ‘Asyura – tanggal 10 Muharram, Beliau (saw) lalu bersabda: “Puasa pada hari itu dapat menutupi dosa tahun yang lampau.”
Dari Abu Qatadah r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. ditanya perihal berpuasa pada hari ‘Asyura – tanggal 10 Muharram, Beliau (saw) lalu bersabda: “Puasa pada hari itu dapat menutupi dosa tahun yang lampau.”
Menyingkap peristiwa di sebalik 10 Muharam, pada hari tersebut, Allah (swt) telah menyelamatkan Nabi Musa (as) dan pengikutnya dari bani Israel (yahudi) daripada Firaun dan bala tenteranya. Justeru sebagai menyatakan kesyukuran kepada Allah, Nabi Musa (as) telah berpuasa pada hari tersebut dan diikuti oleh kaumnya bani Israel. Sebagai menyalahi amalan Yahudi, Rasulullah (saw) telah menganjurkan umatnya berpuasa pada hari Tasu’a (hari kesembilan dalm Muharam).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda:
“Niscayalah jikalau saya masih tetap hidup sampai tahun muka, tentulah saya akan berpuasa pada hari kesembilan – bulan Muharram yakni Tasu’a.” (Riwayat Muslim)
“Niscayalah jikalau saya masih tetap hidup sampai tahun muka, tentulah saya akan berpuasa pada hari kesembilan – bulan Muharram yakni Tasu’a.” (Riwayat Muslim)
Merenung kembali keangkuhan Firaun dan ketabahan Musa (as) di sebalik peristiwa 10 Muharam, menguatkan lagi keyakinan kita pada janji Allah untuk memenangkan Islam di muka bumi. Namun adakah usaha kita pada amal dakwah sehebat dan secekal usaha Musa (as) sehingga melayakkan baginda beroleh pertolongan dari Allah?
Ketabahan Musa (as) dalam meninggikan kalimah Allah (swt) seharusnya menjadi motivasi kepada kita untuk memperbaharui azam supaya lebih cekal dan bersungguh-sungguh dalam jihad kita mencari ilmu khususnya di Perlembahan Nil, bumi Musa dan juga bumi Firaun.
Wallahua’lam.
shared from Wordpress